UNIVERSITAS Muhammadiyah Sumatera Barat (UMSB) sukses melaksanakan kuliah umum bersama Bapak Prof. Dr. Azyumardi Azra, CBE Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang bertempat di Compention Hall UMSB Kampus I Padang, Rabu, (6/11/2019).
Dalam kuliah umum tersebut dihadiri oleh Wakil Rektor I&III, Wakil Rektor II&IV UMSB, Bapak Prof. Dr. Azyumardi Azra, CBE Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, selaku pemateri dalam kuliah umum tersebut, serta Dosen, Karyawan dan Mahasiswa UMSB.
Wakil Rektor II&IV Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat(UMSB), Dr. Mursal, MA mengatakan dalam upaya mencerahkan dan mencerdaskan bangsa melalui pendidikan, terbukti dengan adanya kegiatan-kegiatan seperti ini sangat bermanfaat sekali bagi Dosen dan mahasiswa. Sambung lagi Mursal, karena majunya suatu lembaga atau kampus tergantung dari akademisinya, jadi hal ini sangat berpengaruh sekali bagi kemajuan UMSB dimasa yang akan dfatang.Ujarnya.
Selaku pemateri Prof. Dr. Azyumardi Azra, CBE mengatakan, Islam sebagai realitas historis harus mengakomodasi berbagai budaya yang pada akhirnya menciptakan tradisi sosial-budaya Islam yang khas (Islamiate) Setidaknya ada delapan bidang tradisi sosial-budaya Islam: Arab, Persia / Iran, Anak benua India, Nusantara (kepulauan Indonesia), Sino-Islam, Turki, Sudan / Afrika Hitam, dan Belahan Barat.
Di Negara Madinah, Nabi Muhammad SAW mengesahkan Konstitusi Madinah yang menjamin kebebasan hati nurani, perlindungan hidup dan harta benda untuk semua mata pelajaran tanpa memandang agama mereka Yahudi dan Kristen.
Eksperimen Nabi seharusnya diambil sebagai prinsip Islam Orang Amerika Robert N. Bellah: "Konstitusi Madinah terlalu modern untuk zamannya, jauh sebelum diadopsinya Piagam PBB tentang Hak Asasi Manusia". Tradisi politik 'modern' Nabi Muhammad berakhir dengan kembalinya kesukuan dan sektarianisme.
Mayoritas Muslim menerima modernitas karena ada banyak kesamaan dengan perspektif Islam:
Orientasi yang kuat ke masa depan dan bukan ke masa lalu untuk peradaban manusia yang lebih baik, Penekanan kuat pada penggunaan akal dan pikiran, Penekanan pada kemajuan - inovasi dalam pengetahuan, sains dan teknologi, Penekanan pada spesialisasi dalam profesi dan keahlian, Penerimaan diferensiasi masyarakat sejalan dengan perubahan social, Orientasi pada penghormatan waktu dan efisiensi, odernitas dimulai dengan kebangkitan dan reformasi Protestan di Eropa pada abad 14-17, diikuti oleh revolusi industry.
Karakter modernitas awal Eropa:
Pertumbuhan toleransi sebagai keyakinan politik dan social, meningkatkan penggunaan alasan dengan orientasi antroposentris, meningkatkan penggunaan sains dan teknologi, meningkatkan literasi massa dan proliferasi media massa, Industrialisasi dan mekanisasi, munculnya merkantilisme dan kapitalisme, penemuan dan penjajahan dunia non-Eropa, beras demokrasi perwakilan.
Globalisasi kontemporer dengan ideologi globalisme dipandang oleh beberapa Muslim sebagai 'proyek Barat':
Globalisme dipandang sebagai globalisasi budaya Barat, gaya hidup, materialisme, dan hedonism, Globalisme ditolak karena ia juga dipandang sebagai liberalisasi ekonomi dan politik, Globalisasi telah membawa pembukaan demokratis di beberapa bagian di dunia Muslim, Transisi menuju demokrasi berhasil di Indonesia, tetapi gagal di dunia Arab.
Islam Indonesia adalah Islam wasatiyah, yang moderat, inklusif, akomodatif, dan toleran;
“Indonesia adalah negara mayoritas Muslim di mana modernitas diterima secara diam-diam sejak akhir Perang Dunia II dengan deklarasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, Negara Indonesia adalah bentuk modernitas politik, menerima 'negara sekuler' dan demokrasi, Pada waktunya, Muslim Indonesia juga menerima kecenderungan modern lainnya seperti kesetaraan gender, UNDHR, keluarga berencana, Proses modernisasi (pembangunan) dimulai sejak awal 1970-an, Tradisi dan modernitas berjalan seiring di antara sebagian besar Muslim Indonesia”.
“Beberapa Muslim Indonesia sangat prihatin dengan penyebaran yang berkelanjutan dan adopsi globalisme dalam hal budaya, gaya hidup dan liberalisasi ekonomi”.
“Mereka menerima globalisasi pengetahuan modern, sains-teknologi, dan informasi instan, Mayoritas Muslim Indonesia menolak globalisasi gagasan dan gerakan Islam trans-nasional radikal yang datang dari dunia Arab dan Asia Selatan, Kelompok-kelompok yang berpikiran harfiah dan radikal seperti Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) menjadikan penentangan mereka terhadap globalisme Barat sebagai masalah utama dalam wacana dan praksis mereka. Sehingga Fenomena ini telah mendorong Muslim arus utama untuk memperkuat Islam wasatiyah Indonesia”. (Padang, 6/11/2020)